Buat orang ‘gedongan’ yang tentunya memiliki harta yang berlimpah ruah, fasilitas mandi berupa shower yang didalamnya terdapat air panas/dingin adalah sesuatu yang sudah biasa dan umum sekali dipakai. Malahan kamar mandi mereka tidak hanya dilengkapi oleh shower saja tetapi terdapat pula bath-tub yang suka digunakan untuk ‘bermandi manja’. Saya sebut ‘bermandi manja’ karena seseorang yang doyan mandi di bath-tub biasanya sambil berendem dia bisa melakukan berbagai aktivitas lainnya (asal kepalanya gag ikutan berendam lho ), seperti membaca buku, minum kopi (lebih kerennnya lagi minum juice lah..), atau sambil maenin gadget (facebook-an, twitteran, balas komen di blog, dll deh)…hmm.. surga dunia..
Bagaimana halnya dengan orang kampung seperti saya? Cukuplah dulunya mandi di pancuran yang airnya begitu jernih nan dingin karena berasal dari mata air pegunungan. Namun yang ini kita tidak bisa ekstrim mandinya, karena memang spotnya mudah dijangkau oleh pandangan mata khalayak. Cukuplah menggunakan asesoris penunjang kesopanan, yaitu berupa celana pendek. Sementara untuk wanitanya, bisa menggunakan sarung ataupun kain yang dilekatkan di tubuhnya. Namun untuk wanitanya, agar menjaga sesuatu yang tidak diinginkan (misalnya: sarung/kain melorot) sangat dianjurkan untuk menambah asesoris ‘dalemannya’. 😆
Seiring waktu yang terus berjalan, perpindahan dari kampung ke ‘kota’ pun turut memberikan perbedaan terhadap fasilitas mandi buat saya. Dulu menggunakan pancuran, kini mencoba merasakan sensasi mandi di sumur. Awas.. jangan salah menafsirkan yah. Maksudnya disini adalah ada sebuah bangunan kamar mandi yang berdekatan dengan sebuah sumur, dimana biasanya kalau seseorang ingin mandi terlebih dahulu dia harus mengisi bak mandinya. Caranya yaitu dengan menimba air didalam sumur.
Pengalaman mandi di sumur tentunya lebih menyeramkan bila dilakukan pada malam hari dan ditengah guyuran hujan deras yang diselingi oleh halilintar bersahut-sahutan. Terlebih lagi sebelum itu kita habis menyaksikan film horror, rasanya setiap tarikan timbaan yang kita lakukan seperti ada yang ‘mengikuti’ dibelakang kita berdiri. Belum lagi melihat dasar sumur yang lumayan dalam sehingga biasanya penarik timba malam-malam sangat jarang berlama-lama mengamati kedalamannya sumurnya (mandinye maksain banget yah.. 😆 )
Era mandi di sumur pun kemudian beralih kepada era yang lebih ‘modern’ lagi, yakni dengan memanfaatkan kucuran air keran, baik itu yang melalui instalasi yang terpasang secara resmi dengan membayar iuran bulanannya (air PAM) maupun air keran yang terpasang lewat sumur bor yang sebelumnya digali terlebih dahulu dan kemudian menempatkan mesin pompa air sebagai penariknya.
Hal terakhir inilah yang membuat kenyamanan orang-orang di jaman sekarang, terutama sekali yang bertempat tinggal di kota-kota. Mereka hanya tinggal membuka kran-kran air yang sudah terpasang dan air pun dengan sendirinya akan mengocor keluar. Sangat membantu tentunya yaa… coba saja bayangkan sejenak, bila saat itu anda sudah ‘sangat terdesak’ untuk pergi ke toilet (kamar mandi), anda hanya tinggal ‘melakukan prosesi seperti biasa’ (maaf yah.. tidak perlu saya jelaskan disini prosesinya.. ), lalu anda buka kran air untuk nantinya dipergunakan membersihkan apa yang sudah anda lakukan. Bandingkan coba, dengan saat itu dimana anda harus menimba air terlebih dahulu untuk mengisi bak mandinya, pastinya anda sudah panas dingin menahan ‘rasa keterdesakkan’ itu, atau bisa jadi, saat anda menimba air tersebut mungkin anda sudah terkentut-kentut karena ‘invasi’ Ecoli yang ada di perut anda…. Hahaha..
Merasakan sensasi mandi di shower tentulah tidak selamanya menjadi milik orang-orang ‘gedongan’ karena saya pun akhirnya bisa merasakannya juga…. Horreee.., yaitu lewat pekerjaan dimana saya bernaung didalamnya. Yang pertama sekali yaitu saat saya bekerja disebuah hotel didekat Taman Anggrek sana dan yang kedua, saat saya bekerja disebuah perusahaan catering yang lokasinya berada di Bandara Soekarno-Hatta (Terminal II).
Dari kedua tempat bekerja tersebut, yang berlokasi di bandara lah yang cukup memanjakan buat para penikmat mandi (lewat shower tentunya) karena didalam kamar mandi karyawannya ditempatkan beberapa ‘bilik’ shower sehingga bila kita mandi cukup nyaman karena tidak begitu ditungguin oleh karyawan yang lainnya yang juga ingin mandi.
Saat itu saya bisa mensetting air menjadi hangat (kran air panas dan dingin diatur sedemikian rupa hingga pas mendapatkan air yang cukup hangat bagi tubuh), dengan demikian tentunya kesegaran akan kita dapatkan karena mendapatkan curahan air yang menghunjam tubuh kita layaknya air hujan yang turun dari atas langit.
Saking doyannnya mandi di shower, saat masuk shift pagi saya lebih sering mandi pagi di kantor lho, dibandingkan di rumah. Dari rumah Cuma sekedar membasuh muka kemudian mengejar bis DAMRI dari terminal bus Rawamangun yang biasa berangkat pukul 5.30 (pemberangkatan bus DAMRI memang sudah terjadwal pemberangkatannya dan ini merupakan bus khusus bandara). Setengah jam kemudian, saya sudah tiba di bandara sekaligus tempat bekerja saya.
Fasilitas mandi pada akhirnya memang hanyalah sebuah sarana penunjang yang bisa dimanfaaatkan orang untuk kebersihan diri didalamnya. Sebagus dan semodern apa pun sebuah kamar mandi, kalau si individunya memang bertipe malas mandi, tentulah itu menjadi percuma saja. Dan sebaliknya, sesederhana apa pun bentuk kamar mandi yang dipergunakannya, bila si individunya doyan mandi tentulah menjadi sesuatu hal yang sangat menyenangkan.
Jadi keingatan dengan kata-kata teman se-kost saya dahulu, “Mandilah, siapa tahu nasib berubah.. !” Entah apa maknanya. Namun yang saya ketahui, seseorang yang menjaga kebersihan dirinya, akan selalu menampakkan rasa optimisme, optimisme dalam mengejar mimpi-mimpinya dan optimisme dalam menjalani kehidupan ini.
Ayoo.. jangan malas mandi ! 😉
Terserah mau mandi di kali, di sumur, atau di shower. Pokoknya saya suka sama kata-kata ini. “Seseorang yang menjaga kebersihan dirinya, akan selalu menampakkan rasa optimisme, optimisme dalam mengejar mimpi-mimpinya dan optimisme dalam menjalani kehidupan ini”
Soalnya saya ngerasain begitu.
dikampung masih pake sumur mas,nimba!
tapi pake kran juga,jadi ga dibuang sumurnya,kalo pas hujan kan airnya dangkal tuh jadi nimbanya ga berat…*buat kangen aja jadi tetep dilestarikan meski sudah pake jetpam..
dan shower aku lebih suka mandi pake gayung dibanding shower lebih puas aja hahah…
itu shower kadang aja dipakenya..
Di kampung sya jga masih bnyak yg ngambil airnya lwt sumur.. nimba air itu mmg klasik bnget 🙂
Lbh sehat pke gayung mmg sptnya..
Mandi pake gayung lebih nendang kalo buat saya 😀
klo pake shower pas lagi santai2 aja, eh btw kalo kerja di bandara tiap hari naik damri apa nggak tekor itu, saya kalo mau mudik naik pesawat aja suka mikir2 buat naik damri, enakan dianterin 😀
Mandi pake gayung mmg lbh sehat krn otot tangan kt ikutan bergerak..
Iyaa.. ongkos Damri emang lumayan, sya klo lagi pas kesiangan aja naiknya.. 😀
Owhhh,.. kirain tiap hari 😀
2 kali seminggu sih, ada lah.. 😀
Hahhaa,.. etapi skrng udah gak kerja di bandara ya,.. seneng ya kerjanya pindah2 jadi gak bosen 😀
Sebenarnya pngen tetap bertahan namun krn lokasinya yg cukup jauh dr rumah, yah terpaksa lah akhirnya resign.. 😦
Hmm,.. begitu ya, eh tinggalnya di rawamangun yaa,… saya kalo kesana pasti makan tahu campurrr,… aaaa nggak pernah bosen sama makanan2 khas surabaya 😀
waktu itu tinggalnya mmg dekat dgn rawamangun, klo naek sepeda, setengah jam lah udah sampe..
sya lbh sering makan nasi gorengnya disana 😀
Kalo nasi goreng dimana2 ada, tapi kalo tahu campur, cuma disana yang rasanya mirip kek di surabaya
Okd.. nnti sya pesenin buat mb@chris yaa, pedes gag?! … he2x 😀
Waaaa asyiikkk,… sedeng aja, 5 bungkus 😀
wuihh.. bnyk bingits, tekor dah bandar.. ha2x 😀
Hahahaa,…
sekarang mandi di shower kalau lagi nginep di hotel doank 😀
ha2x 😀 semenjak resign dr kedua tempat pekerjaan tsb, sya jga udah jarang mandi di shower.. 😆
thx kawan !