Tatapan matanya kosong, mimpi-mimpi yang baru saja ingin dibangunnya seakan terbang menjauhi dirinya. Itulah yang saat ini mungkin dirasakan sang supir naas yang tersandera di tahanan polres Jakarta Barat akibat dugaan kelalaiannya yang menyebabkan meninggalnya Annisah seorang mahasiswi UI Depok asal Sumatra Barat.
Jamal, begitulah nama sang supir. Nama yang cukup bagus dan cukup indah bila dipadankan dengan nama Jamilah. Melihat wajahnya di televisi, nampaknya dia adalah seorang yang penyabar, sederhana dan tentunya bertanggungjawab. 😆
Oh ya… postingan ini saya buat bukan untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah namun semata-mata panggilan hati nurani saya yang tentunya berpijak pada logika berfikir yang rasional.
Tidak dapat dipungkiri kalau stigma buruk terhadap supir (angkot) sudah terdoktrin kuat didalam fikiran masyarakat kita. Wajar memang karena banyak kejadian berupa kejahatan seksual terjadi didalam angkutan ini.
Hal itulah yang mungkin sepertinya bakalan terjadi pada diri si korban (A) sehingga berbuat out of control yang menyebabkan dirinya meloncat secara tiba-tiba dari dalam angkot sehingga terjatuh lalu mengalami koma dan beberapa hari kemudian meninggal dunia. Out of control dari si korban mungkin dilandasi oleh kecurigaannya karena sang supir mengambil rute yang tidak biasanya. Tak hanya itu out of control juga diperparah (mungkin) oleh kontak by phone antara si korban dengan tantenya yang dikhawatirkan isi pembicaraannya justru semakin membuat panik si korban sehingga akhirnya melompat dari angkot tersebut.
Berikut logika berfikir saya didalam kasus ini :
1. Pak Jamal membantu si korban pada saat jatuh dari angkotnya dengan membawanya ke rumah sakit. Kalau orang jahat mungkin pak jamal sudah melarikan diri.
2. Kondisi jalan yang ramai dan pintu angkot yang terbuka. Secepat-cepatnya pak Jamal membawa mobil pastilah dia akan menemukan crowded/kemacetan didepannya dan hal ini bisa dimanfaatkan oleh si korban untuk turun dengan segera.
3. Si korban (katanya) sudah meminta turun namun supir tak mengabaikannya. Kontak by phone inilah yang bisa dijadikan alat bukti yang sayangnya sampai saat ini belum jelas.
Kesimpulannya :
1. Sebagai seorang mahasiswi asal Sumatra Barat yang merantau di ibukota sepertinya nampak si korban belum mengenal/memahami karakteristik para supir di ibukota yang sering mengambil jalan memotong terlebih bila sewanya sedang kosong (untuk mengirit waktu dan bensin tentunya).
2. Miss komunikasi antara keduanya. Hal ini tentunya bisa menimbulkan kecurigaan terutama buat si korban.
3. Paranoid. Hal yang sangat penting tentunya menghindari paranoid berlebihan. Saya beralasan karena paranoid yang berlebihan sehingga si korban nekad loncat dari dalam angkot.
4. Takdir. “kullu nafsin djaikotul maut” tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.
Semoga si korban ditempatkan yang layak disisinya dan semoga kebenaran itu cepat terkuak… aamiin !
sumber gbr : http://news.detik.com/
Meski belum jelas etiologinya. Tapi yg pasti saya pribadi sebagai sesama mahasiswa keperawatan turut berbelasungkawa.
benar sekali sob…saya juga ikut berbelasungkawa..
Apalagi seangkatan, baru semester 4 juga.
baru separuh perjalanan kuliahnya ya…
ok..trims ya !
Positive Thinking dan waspada memang harus beriringan. Salam kenal dari Solo 🙂 #blogwalking
se7 sekali… trims sudah berkunjung !
sama2. aku follow ya blognya
ya,ane ikutan prihatin aja sob
wokeh sobat..
ikut prihatin aja…
ikut prihatin dan turut berduka ya sob… trims ya !